BANGKIT! (2016) REVIEW: KISAH HEROIK MEMPERTAHANKAN JAKARTA DI PETA DUNIA

11/18/2016 07:11:00 PM



VERDICT: film Bangkit! telah menaikkan standar blockbuster filmmaking di Indonesia dan menandakan awal dari kebangkitan sinema tanah air.



Ketika berbicara tentang sinema Indonesia, industri film kita rupanya belum berani keluar dari zona nyaman. Genre seperti religi, roman, biografi, komedi, dan drama masih dianggap sebagai genre yang disukai oleh penonton dan terus mendominasi layar bioskop Indonesia selama beberapa tahun belakangan ini. 

Tentu saja, ada beberapa filmmaker yang berani untuk keluar dari situ. Sebut saja Gareth Evans lewat dua film aksinya, The Raid dan The Raid 2: Berandal yang sangat fenomenal itu, baik di dalam maupun luar negeri. Kemudian penulis / sutradara Joko Anwar yang selalu melahirkan karya-karya yang tidak biasa dalam filmografinya. Lalu The Mo Brothers yang film-filmnya selalu ditunggu oleh para pecinta film horror. Meski pendapatan film-film tersebut kebanyakan belum mencapai level ‘trendsetter’ dan beberapa bahkan ada yang merugi, usaha mereka telah berjasa dalam menambah variasi warna dalam sinema Indonesia dan membuktikan bahwa kemampuan filmmaker Indonesia tidak kalah dengan industri film negara lain.


Gebrakan baru di industri film Indonesia kali ini diwakili oleh Suryanation dan Kaninga Pictures lewat film budget besar mereka yang berjudul Bangkit!. Apa yang membuat Bangkit! begitu spesial adalah fakta menarik bahwa film ini adalah film disaster pertama dengan efek CGI terbanyak yang pernah dibuat di sepanjang sejarah sinema Indonesia. Tetapi kemudian muncul pertanyaan dan keraguan di tengah masyarakat. Apakah dengan budget produksi yang hanya 13 milliar itu, film Bangkit! bisa menyaingi film-film disaster produksi negara lain yang dikucuri biaya puluhan hingga ratusan kali lipat lebih besar? 

Sutradara Rako Prijanto dan penulis Anggoro Saronto pun menyadari hal ini. Berbeda dengan apa yang digembar-gemborkan oleh tim marketing-nya, penggunaan efek CGI dalam film ini sama sekali tidak dijadikan sebagai jualan utama, melainkan sebagai elemen pelengkap cerita. Fokus utama dari film Bangkit! adalah kisah heroik dari tiga karakter sentral film ini. Yang pertama adalah Addri (Vino G. Bastian), seorang anggota tim BASARNAS yang sedang mengalami masalah dalam rumah tangganya karena ia jarang menyisihkan waktu untuk keluarganya demi menyelamatkan orang. Kemudian ada Arifin (Deva Mahenra), seorang pengamat cuaca di BMKG yang berusaha meyakinkan atasannya, Hadi (Ferry Salim), dan pemerintah tentang prediksi banjir besarnya. Dan terakhir, tunangan Arifin, Denanda (Acha Septriasa), seorang dokter yang tengah menangani para korban banjir. Ketiga karakter sentral ini mempunyai benang merah yang tidak hanya menghubungkan mereka satu sama lain, tetapi juga saling memiliki keterkaitan dalam usaha mereka menyelamatkan Jakarta dari banjir besar yang dapat menghapusnya dari peta dunia.


Di sini kita bisa lihat bahwa film Bangkit! memang memfokuskan dirinya pada reaksi emosional dan bagaimana cara karakter-karakter sentral tersebut menghadapi musibah besar yang kemungkinan bisa terjadi di Jakarta, daripada hingar-bingar penuh kekacauan seperti yang kebanyakan dijual oleh film disaster Hollywood. Para karakter di film Bangkit! bukanlah sekumpulan superhero yang memiliki kemampuan di luar nalar untuk menyelamatkan Jakarta. Mereka hanyalah manusia biasa yang menjadi korban, tetapi kemudian memilih untuk bangkit berjuang menyelamatkan orang-orang yang dicintai dan kota tempat tinggalnya, menjadi sosok pahlawan modern. 

Ketika mengusung tema semangat perjuangan seperti ini, sinema Indonesia seringkali menyodorkan pesan-pesannya secara mentah dan frontal kepada para penontonnya. Hal ini, secara mengejutkan, tidak akan kita temukan di film Bangkit!. Perubahan dan transisi para karakter tersebut terasa halus dan terbangun secara bertahap di sepanjang durasinya. Semangat perjuangan mereka terlahir dari peristiwa-peristiwa traumatis yang menimpa mereka, yang pada akhirnya berhasil meninggalkan kesan tersendiri bahwa siapapun memiliki kemampuan untuk menjadi pahlawan.

Penulisan karakter-karakter yang kuat ini juga sukses dihidupkan di layar oleh aktor-aktor papan atas Indonesia saat ini. Vino G. Bastian tampil meyakinkan sebagai Addri, sosok pahlawan bagi semua orang, tetapi tidak bagi keluarganya. Momen-momen yang memaksa Vino untuk menampilkan sisi lembut dan emosionalnya terlihat pas, tanpa meninggalkan kesan cengeng dan dangkal. Deva Mahenra dan Acha Septriasa juga tampil mengesankan sebagai pasangan yang hubungannya sedang berada di ujung tanduk.


Tidak hanya itu, kekuatan teknis dalam film Bangkit! tidak bisa dipandang remeh. Kualitas efek CGI-nya memang bisa dibilang pas-pasan, tetapi penggunaannya terlihat diminimalisir dan didukung pula oleh rancangan tata suara spektakuler yang sungguh menambah kesan sophisticated pada film Bangkit!. Adegan-adegan aksi yang melibatkan para karakter utamanya lebih banyak menggunakan practical effects, sementara efek CGI-nya hanya berperan sebagai pelengkap latar. Dengan demikian, interaksi antara karakter dan bencana maupun ketegangan yang dibangun terasa lebih nyata dan meyakinkan. Efek CGI baru digunakan secara masif pada adegan aksi dalam skala besar, seperti gedung dan jembatan hancur, yang untungnya, tidak terlalu banyak tersebar di sepanjang film.

Sayangnya, penulisan karakter yang kuat itu tidak berlaku untuk karakter-karakter pendukungnya. Seperti Hadi, atasan Arifin yang diperankan oleh Ferry Salim, tak lebih dari karakter ‘stupid boss’ yang tidak percaya apapun yang dikatakan oleh bawahannya. Di film ini, karakter itu dibuat jauh lebih bodoh dan menjengkelkan dibanding film-film disaster serupa. Film Bangkit! juga tampak kebingungan untuk memulai di awal film, terutama pada bagian perkenalan karakter Addri. Set up keluarga Addri dan anak-anaknya tak pernah lebih dari kata klise. Cerita latar seperti anak-anak yang membenci ayahnya, ayah yang tidak punya waktu untuk keluarganya (di kasus ini, tidak hadir di pentas seni), hingga istri yang merasa ditinggalkan, semua dibuat segenerik mungkin untuk menggambarkan awal hubungan mereka tanpa ada usaha untuk keluar dari formula. Selain itu, Indri, istri Addri yang diperankan oleh Putri Ayudya, bisa dibilang sebagai karakter utama yang ditulis dan dilakoni dengan paling lemah di film ini. Baik penggambaran momen-momen emosional maupun chemistry-nya dengan Addri, ia tak pernah sekalipun bisa mengimbangi ketiga tokoh utamanya. Interaksinya pada adegan-adegan yang menggunakan efek CGI pun juga tidak memiliki kesinambungan yang baik apabila dibandingkan dengan lawan mainnya.



Overall, film Bangkit! adalah sebuah film disaster yang tahu benar letak titik kelemahan terbesarnya. Ia berhasil memindahkan fokus utamanya ke pendalaman dan emosi para karakternya yang punya potensi sama hebatnya, baik dalam meninggalkan kesan mendalam maupun memompa adrenalin penontonnya. Segala pencapaian luar biasa yang terpampang jelas di sepanjang film Bangkit! ini telah menaikkan standar blockbuster filmmaking di Indonesia dan menandakan awal dari kebangkitan sinema tanah air.

Rating: ★★★½  





You Might Also Like

0 comments

Just do it.